Sabtu, 17 Desember 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di dalam Pemerintahan Indonesia menerapkannya melalui nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila sebagai landasaan ideologi negara Indonesia, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka dari itu penerapan demokrasi harus selaras dengan nilai-nilai Pancasila, karena demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. B. Pembatasan masalah Selanjutnya dari latar belakang permasalahan yang dipaparkan di atas, maka pemakalah dapat membatasi pembahasan makalah sebagai berikut: 1. Pengertian demokrasi 2. Sejarah demokrasi 3. Bentuk-bentuk demokrasi 4. Ciri-ciri demokrasi 5. Prinsip-prinsip demokrasi 6. Demokrasi Pancasila 7. Implementasi Demokrasi di Indonesia C. Tujuan Penulisan Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut: 1. Menambah wawasan kita dalam matakuliah kewarganegaraan tentang implementasi demokrasi di Indonesia. 2. Membekali mahasiswa dengan berbagai pengetahuan tentang demokrasi. 3. Memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa pada dosen mata kuliah kewarganegaraan. D. Metode Penulisan Penyusunan data-data yang berhubungan dengan materi dari buku-buku yang telah direferensi oleh saya. E. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan makalah ini, pemakalah membagi menjadi tiga, yaitu : 1. Pendahuluan yaitu, latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. 2. Pembahasan yaitu, Pengertian demokrasi, Sejarah demokrasi, Bentuk-bentuk demokrasi, Ciri-ciri demokrasi, Prinsip-prinsip demokrasi, Demokrasi Pancasila, Implementasi Demokrasi di Indonesia 3. Penutup dan daftar pustaka. BAB II PEMBAHASAN IMPLEMENTASI DEMOKRASI DI INDONESIA 1. Arti Demokrasi Sebelum kita membahas tentang implementasi atau penerapan demokrasi di Indonesia, sebaiknya kita mengetahui dahulu, apakah demokrasi itu? Pengertian tentang demokrasi dapat ditinjau dari segi bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis), secara etimologis demokrasi berasal dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk setempat dan “creatain” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Jadi secara bahasa demos-cratos yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dalam terminologis demokrasi ialah negara memperoleh kekuasaan dari rakyatnya bukan dari Tuhan atau Raja. (Simangunsong, Bonar; Sinuraya, Daulat, 2004 h;117) Menurut C.S.T. Kansil SH dalam bukunya berjudul ”Sistem Pemerintahan Indonesia” (1983) menjelaskan teori kedaulatan rakyat (demokrasi). Teori demokrasi tidak sejalan dengan teori teokrasi (kedaulatan Tuhan), karena teori kedaulatan Tuhan dianggap menyimpang dari arti sebenarnya. Teori yang mengajarkan raja yang seharusnya memerintah rakyat dengan adil, jujur, dan baik hati sesuai dengan kehendak Tuhan namun kenyataannya, raja-raja bertindak dengan sewenang-wenang kepada rakyat seperti pemerintahan lalim Louis XIV di Perancis. Kenyataan ini menimbulkan pemikiran baru pada abad pertengahan (zaman pencerahan) dalam kehidupan bernegara sehingga menimbulkan paham baru yang disebut dengan kedaulatan rakyat (demokrasi). Paham ini merupakan reaksi dari teori kedaulatan Tuhan atau teori kedaulatan Raja kemudian menjelma dalam revolusi Perancis abad ke XX para penganjur paham ini adalah ahli politik ketatanegaraan Reusseau, Mostesqueu, dan John Locke. Mostesqueu sarjana politik memperkenalkan ajarannya tentang pemisahan kekuasaan negara yang oleh Immanuel Kant disebut ”Trias Politica” adalah suatu sistem pemisahan kekuasaan dalam negara menjadi tiga bentuk kekuasaan: legislatif, yudikatif, dan eksekutif. (CST. Kansil, 1983, h.8) Demokrasi mengandung aturan tentang penyelenggaraan pemerintahan yang dibangun oleh rakyat sebagai wujud dari: 1). Pemerintahan rakyat banyak (The Government by People), 2). Pemerintahan dari rakyat oleh rakyat. (Soeprapto Poedjosoekamto, 2003) Dalam Undang-undang Dasar 1945 BAB I Pasal 1, ayat 1: Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik, artinya pemerintah Indonesia memberikan kebebasan untuk rakyat Indonesia melakukan partisipasi atau suara mereka dalam berbagai kegiatan politik tentunya dengan aturan-aturan yang baik. Negara Indonesia menggunakan demokrasi dalam pemilihan umum LUBERJURDIL (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, dan Jujur-Adil berdasarkan ketentuan undang-undang. F. Isjwara SH dalam bukunya berjudul “Pengantar Ilmu Politik” dengan mengutip beberapa pendapat para ahli ilmu politik (Raymond Getell) mengatakan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan rakyat banyak. “ Tidak pernah terlaksana dalam suatu demokrasi baik yang pernah ada maupun yang sekarang masih ada bahwa seluruh rakyat ikut campur secara langsung dalam urusan Negara”. Biasanya campur tangan rakyat dibatasi oleh umur ataupun kepandaian membaca. Demokrasi harus memenuhi syarat; a. Bentuk pemerintahan itu harus didukung oleh persetujuan umum, b. Hukum yang berlaku dibuat oleh wakil-wakil rakyat umum, c. Kepala Negara dipilih langsung melalui pemilihan umum dan bertanggung jawab kepada dewan legislative, d. Hak pilih aktif diberikan kepada rakyat atas dasar kesederajatan, dan e. Jabatan pemerintahan harus dipangku oleh segenap lapisan masyarakat. Demokrasi ini digolongkan ke dalam demokrasi murni (langsung) atau ke dalam demokrasi perwakilan yang lazim disebut pemerintahan Republik. Demokrasi murni ialah demokrasi di mana kehendak rakyat langsung dinyatakan dalam pertemuan, umpamanya demokrasi dari negara-negara kota Yunani purba atau demokrasi murni yang waktu ini masih ditemukan di New England dan Swiss. (Simangunsong, Bonar; Sinuraya, Daulat, 2004 hh; 118-119) Dalam demokrasi perwakilan, suara rakyat atas pemilihan kepala negara diwakilkan oleh wakil-wakil rakyat atas kehendak rakyat yang didasarkan atas paham bahwa rakyat secara keseluruhan tidak dapat menjalankan pemerintahan negara. Demokrasi ini harus memiliki syarat-syarat: 1) Pemilihan diadakan secara demokratis, 2) Wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat dapat menyuarakan aspirasi rakyat banyak, dan 3) Wakil rakyat dapat bertanggung jawab atas segala tindak (perbuatan)-nya. 2. Sejarah Demokrasi Pada abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M, konsep demokrasi muncul dari tradisi Yunani tentang adanya hubungan negara dan hukum. Pada masa itu berbentuk demokrasi langsung, yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas. Dengan jumlah penduduk kurang lebih 300.000 orang dan memiliki kawasan politik yang kecil, negara kota Yunani kuno dapat menjalankan demokrasi secara efektif. Tetapi hanya kalangan tertentu saja yang dapat ikut menjalankan demokrasi, seperti warga negara resmi (Penguasa, Bangsawan, dan Rakyat-rakyat yang memiliki status sosial tinggi). Demokrasi Yunani kuno berakhir pada abad pertengahan dan berubah menjadi masyarakat feodal yang ditandai oleh kehidupan keagamaan terpusat pada paus dan pejabat agama dengan kehidupan politik yang diwarnai perebutan kekuasaan dikalangan para bangsawan. Demokrasi tumbuh di Eropa ditandai dengan Magna Charta (Piagam Besar) di Inggris yang merupakan suatu piagam yang memuat perjanjian antara kaum bangsawan dan Raja John Inggris. Terdapat dua hal yang sangat mendasar pada piagam ini: pertama, adanya pembatasan kekuasaan raja; kedua, Hak Asasi Manusia (HAM) lebih penting daripada kedaulatan raja. Momentun lain yang menandai kemunculan demokrasi di Eropa adalah gerakan pencerahan (renaissance) dan reformasi. Renaissance merupakan gerakan yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani kuno. Sejarahwan, Philip K. Hitti, menyatakan bahwa gerakan pencerahan di Barat merupakan buah dari kontak Eropa dengan dunia Islam yang ketika itu sedang berada pada puncak kejayaan peradaban dan ilmu pengetahuan. Ilmuwan muslim seperti, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Razi, Al-Kindi, Umar Khayam, Al-Khawarizmi tidak hanya berhasil mengembangkan pengetahuan Parsi kuno dan warisan Yunani kuno, melainkan mampu berpengaruh pada bangkitnya tuntutan demokrasi di masyarakat Barat sesuai dengan alam pikiran Yunani. Gerakan reformasi merupakan penyebab kembalinya tradisi demokrasi di Barat, setelah sempat tenggelam pada Abad Pertengahan. Gerakan reformasi adalah gerakan revolusi agama di Eropa pada abad ke-16. Tujuan gerakan ini merupakan gerakan kritis terhadap kebekuan doktrin gereja, selanjutnya dikenal dengan gerakan Protestanisme Amerika. (A. Ubaedillah, dkk, 2011; hh: 41-42) 3. Bentuk-bentuk Demokrasi Bentuk demokrasi modern sekarang ini terbagi dalam tiga sistem, yaitu: a. Demokrasi modern sistem parlementer adalah sistem demokrasi di mana kabinet atau para menteri bertanggung jawab kepada legislatif, sedangkan eksekutif bertanggung jawab kepada kepala negara. Ciri umum sistem parlemen pada negara Inggris yang mengadakan mosi tidak percaya terhadap kabinet karena adanya krisis kabinet. b. Demokrasi modern sistem pemisahan kekuasaan adalah kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif berjalan sendiri, sehingga pemerintah kuat atas kekuasaanya dan pengawasan rakyat dalam sistem ini kurang berpengaruh. Contohnya Amerika Serikat. c. Demokrasi modern sistem referendum (pengawasan langsung dari rakyat), kegiatan legislatif berada di bawah pengawasan seluruh rakyat melalui referendum atau pemungutan suara. 4. Ciri-ciri Demokrasi Negara dengan sistem politik demokrasi umumnya ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut: • Adanya pembatasan terhadap tindakan pemerintahan untuk memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok, dalam penyelenggaraan pergantian pimpinan secara berkala, tertib, damai, dan melalui alat-alat perwakilan yang efektif. Pembatasan ini tidak berarti bahwa tidak adanya campur tangan pemerintahan dalam beberapa segi kehidupan, sepanjang undang-undang memberikan wewenang untuk itu. • Prasarana pendapat umum baik pers, televisi, dan radio harus diberi kesempatan dalam mencari berita secara bebas dalam merumuskan pendapat mereka. Karena kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, berserikat, dan berkumpul merupakan hak-hak politik dan sipil yang sangat mendasar. • Sikap menghargai hak-hak minoritas dan perseorangan, lebih mengutamakan musyawarah daripada menyelesaikan perselisihan, sikap menerima legitimasi dari sistem pemerintahan. (Budiyanto, 2007; h:38) 5. Prinsip-prinsip Demokrasi Kehidupan dalam demokrasi memiliki nilai-nilai yang dapat diakulturasikan pada budaya bangsa tertentu dengan menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM). Dengan adanya prinsip-prinsip demokrasi, suatu negara akan ditentukan, apakah negara tersebut menganut paham demokrasi? Affan Gafar (2000), prinsip-prinsip demokrasi adalah suatu sistem politik merupakan sistem demokratik jika memiliki aspek akuntabilitas, rotasi kekuasaan, perekrutan politik terbuka,pemilu, dan menikmati hal-hal dasar. a. Akuntabilitas (dapat dipertanggungjawabkan) Setiap pejabat publik yang dipilih oleh rakyat dapat mempertanggungjawabkan keputusannya, kebijakan yang telah dibuat, tindakan moral, dan segala tutur bahasanya kepada rakyat banyak, dan pejabat publik harus dapat mewakili segala aspirasi rakyat. b. Rotasi kekuasaan (pergantian kekuasaan) Dalam sebuah negara demokrasi perlu adanya kesepakatan dalam pemilihan kepala negara dengan cara rotasi kekuasaan dan menerapkan aturan masa jabatan. c. Perekrutan politik yang terbuka Dalam pelaksanaan rotasi kekuasaan dibutuhkan perekrutan politik yang terbuka, sehingga para kader yang memenuhi syarat untuk mengisi jabatan politik yang akan dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama. d. Pemilihan umum Setiap warga negara yang telah memenuhi syarat untuk memilih wakil rakyat dapat menggunakan haknya tanpa ada paksaan. Pemilihan umum ini melibatkan rakyat untuk menentukan wakil rakyat yang nantinya akan menduduki kursi dewan perwakilan rakyat. e. Menikmati hak-hak dasar Masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar secara bebas, yaitu hak untuk menyatakan pendapat (freedom of expression), hak untuk berkumpul (freedom of assembly), dan hak untuk menikmati pers bebas (freedom of the press). 6. Demokrasi Pancasila a) Demokrasi Ekonomi Pancasila merupakan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam masalah ekonomi belum jelas penjabaran dan penerapannya. Rakyat Indonesia belum dapat mengartikan secara jelas ideologi pancasila sebagai paham dalam kegiatan sehari-hari. Akibatnya pemimpin Negara seperti rezim Soekarno maupun Megawati belum berhasil menyejahterakan rakyat Indonesia sesuai dengan cita-cita Proklamasi yaitu, masyarakat yang adil dan makmur. Pada rezim Soekarno muncul ekonomi berdikari, di mana konsep ini tidak berhasil dan menyengsarakan rakyat dengan mengantri beras dan minyak. Kemudian rezim Soeharto, memunculkan sistem ekonomi liberal ”Sistem Ekonomi Konglomerat”. Negara memiliki hutang besar kepada bank dunia menurut catatan terakhir tahun 2001 sebesar US$100 miliar yang mengakibatkan ketergantungan rakyat kepada hutang luar negeri. Maka dari itu pemimpin rakyat sampai saat ini belum dapat menikmati sistem ekonomi yang sesuai dengan konstitusi mukadimah dan isi pasal 33 UUD 1945, karena mandataris dan pelaksana negara serta fungsionaris pemerintahan dalam menjabarkan masih bersifat figural dan persial. Badan Usaha Koperasi pun selama ini belum berhasil dalam menjalankan visi, misi maupun programnya untuk bekerjasama dan memberi keuntungan kepada rakyat yang berdaya guna karena pengelolaanya dibangun di atas dasar yang bertentangan dengan konstitusi, kecuali dengan daya guna sekelompok oknum yang memanfaatkan sumber kemakmuran. Menurut pasal 1 UUD 1945 kedaulatan rakyat adalah kekusaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang artinya negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat, negara dipandang merupakan hukum (machstaat) atau negara kekuasaan (police). Kekuasaan tetap berada pada tangan rakyat sekalipun kekuasaan kepala negara tidak terbatas, sebab UUD 1945 mengutamakan kepentingan rakyat. Muhammad hatta salah satu pendiri Republik Indonesia meletakan kedaulatan (demokrasi) politik maupun ekonomi dalam konstitusi Republik Indonesia seperti penjelasan Pasal 3 UUD 1945: ” Produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Perekonomian berdasarkan atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dikuasai oleh negara. Kalau tidak tampuk produksi jatuh ketangan orang-seorang yang berkuasa, dan rakyat yang banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak memguasai hajat hidup orang banyak boleh berada di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang dikandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. (Simangunsong, Bonar; Sinuraya, Daulat, 2004 h; 139) Demokrasi ekonomi di Indonesia, kedaulatannya tidak hanya meliputi satu bagian wilayah saja, tapi seluruh lapisan masyarakat, suku bangsa (Jawa, Sunda, Batak, Aceh, Bali, Dayak, Minang, Maluku, Timor, Papua, dll). Telah diatur kedaulatan-kedaulatan rakyat dalam UUD 1945, ketetapan MPR, dan khususnya UU otonomi daerah dan otonomi khusus. b) Kapitalisme Pancasila DR Solagratia Lumi S.Th, dalam bukunya membantah kapitalisme hanya sebagai materi saja seperti pedati atau mobil yang selalu diidentikan dengan sistem ekonomi liberal ala Barat yang bersifat individual. Bahwa kapitalisme tidak bisa dipisahkan dari model ekonomi demi kepentingan sendiri. Dia menyatakan istilah kapital itu netral tidak ada sangkut pautnya dengan teori-teori ekonomi atau paham-paham (isme), maka kata itu dapat digunakan pada kata Pancasila yaitu Kapitalisme Pancasila. (Simangunsong, Bonar; Sinuraya, Daulat, 2004 h; 140) Kapitalisme Pancasila merupakan iman seseorang yang diberikan Allah sebagai modal (kapital). Di dalam jiwa, roh, tubuh manusia terdapat harga diri dan bakat-bakat yang dinamakan harkat, sedangkan di luar dirinya disebut dengan harta, seperti rumah, tanah, sawah, adalah satu kesatuan, yakni: 1. Keluarga Besar dalam kewarganegaraan 2. Asas kekeluargaan diturunkan sesuai dengan kemampuan 3. Setiap manusia diberikan modal (kapital) harkat maupun harta. 4. Sahamisasi (harkat dan harta) adalah inti sari Kapitalisme Pancasila untuk mengoreksi Kapitalisme Liberal atau one vote: one share dengan prinsip survival of the fittest. c) Peluang Usaha dan Lapangan Kerja Negara Indonesia mementingkan adanya keadilan sosial untuk penerapan penyelenggaraan pemerintahan Negara, sebab pada Pasal 9 UUD 1945 menetapkan kewajiban melaksanakan pemerintahan Negara yang seadil-adilnya. Sistem ekonomi Indonesia masih menerapkan Kitab Undang Hukum Dagang (KUHD) yaitu sistem ekonomi colonial yang diberlakukan pada perusahaan jenis CV, Firma, Badan-badan usaha yang mendominasi perekonomian bangsa dan rakyat Indonesia, dengan pola kerja efesiensi namun tidak mau menanggung resiko, dengan modal sedikit dan mencari untung sebanyak-banyaknya. Dengan adanya koperasi (bentuk usaha yang mensinergikan ekonomi rakyat agar dapat bersaing di pasar), Pemerintah maupun rakyat dapat bekerja keras dan mampu bersaing dalam dunia ekonomi dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah serta pasar luas dengan peluang usaha yang besar. Namun pada kenyataanya masih banyak Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang merajalela sehingga ekonomi dipegang oleh orang yang mempunyai uang banyak, serta masih banyak kelemahan pada tenaga kerja yang kurang terampil, kekurangan modal, lapangan kerja yang sedikit. Solusi yang tepat ialah menampung tenaga kerja yang banyak dengan membangun proyek raksasa yang dapat menyerap tenaga kerja dengan disiplin keras. Serta memberikan peluang usaha dalam bidang ekonomi kepada rakyat. 7. Implementasi Demokrasi di Indonesia Demokrasi sebagai pandangan hidup (way of life) telah berkembang dalam masyarakat nusantara sejak lama. Masyarakat Indonesia sedari dulu telah mengenal asas-asas demokrasi tetapi dalam istilah yang berbeda, seperti musyawarah, gotong royong, dan saling menolong. Namun demokrasi yang dianut seluruh rakyat Indonesia tidaklah selalu sama, karena masing-masing daerah, suku pada masyarakat tertentu menganut paternalisme atau ada yang berunding di atas tikar. Tidak perlu dipersoalkan mana yang lebih besar demokrasi universal (global) atau demokrasi Indonesia, karena demokrasi pada hakekatnya sama. Konsepsi demokrasi Indonesia atau disebut demokrasi Pancasila memiliki pengertian dan hakekat bahwa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pengertian pancasila adalah penyelenggaraan negara yang berjiwa, berfikir, berbicara, berperilaku, dan atau berbudaya pancasila dan berlangsung berdasarkan kedaulatan rakyat dari rakyat untuk rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional dan atau cita-cita bangsa. (Simangunsong, Bonar; Sinuraya, Daulat, 2004 hh; 142-143) Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dalam sejarahnya sangat bergantung pada penafsiran demokrasi Pancasila. Orde-orde pemerintahan di Indonesia merupakan pembagian pelaksanaan demokrasi Pancasila menurut sistem pemerintahan yang di pimpin oleh kepala pemerintahan pada masing-masing orde, pelaksaan demokrasi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pelaksanaan demokrasi pada orde lama, orde baru, dan era reformasi. 1. Orde lama Dalam pelaksanaan demokrasi pada orde lama dibagi menjadi dua macam demokrasi, yaitu demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin, karena pada masa itu terjadi pelaksanaan demokrasi dengan penuh tekanan politik, sosial, dan ekonomi terutama pengaruh tekanan luar negeri, yaitu penjajah/kolonialis Belanda bersama dengan sekutunya. 1) Pelaksanaan Demokrasi Liberal Demokrasi liberal meliputi pembahasan sebagai berikut: a. Sistem Pemerintahan Revolusi Meskipun negara Indonesia sebagai negara muda yang terlahir setelah perang Dunia II (17 Agustus 1945) , negara Indonesia sudah memiliki UUD 1945 sebagai konstitusi Negara, pancasila sebagai dasar Negara, Indonesia raya sebagai lagu kebangsaan, bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bendera merah-putih sebagai bendera nasional, dan Presiden-Wakil Presiden Soekarno-Hatta. Dan dilengkapi dengan adanya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 29 Agustus 1945. Pada November 1945, pemerintah mengganti sistem presidentil menjadi sistem parlementer yang dipimpin seorang perdana menteri, pada masa itu ialah Sultan Syahrir. Dengan kedudukan badan legislatif (parlemen) yang sebelumnya KNIP bukan MPR/DPR. Adapun dinamika sistem parlementer adalah hingga tahun 1947 terjadi perubahan kabinet, yaitu Kabinet Syahrir I, Syahrir II, Syahrir III, dan juga kabinet Amir Sjarifuddin jatuh sebab pertentangan dengan partai-partai. Dengan adanya campur tangan Belanda agar demokrasi Indonesia diakui dunia, dibentuklah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan konstitusi RIS. b. Negara RIS Dalam Pasal 122 konstitusi RIS, menentukan sistem parlementer bahwa parlementer tidak dapat menjatuhkan pemerintahan. Pemegang kedaulatan RIS adalah pemerintah bersama DPR dan senat (Pasal 1 ayat 2). Dalam kenyataanya rakyat menginginkan kembali pada Negara Kesatuan dengan penggabungan Republik Indonesia di Yogya dan terjadi perlihan dari negara RIS ke Negara Kesatuan RI dengan Konstitusi UUD Sementara (UUDS). c. Masa berlakunya UUD Sementara 1950 Pada tanggal 19 Mei 1950, dibuat piagam persetujuan antara negara RIS oleh Hatta dengan negara RI oleh A. Halim untuk mengambil langkah politis yang tujuannya kembali pada negara kesatuan sesuai Proklamasi 17 Agustus 1945, karena kondisi politik negara RIS tidak cocok dengan aspirasi rakyat. Adapun untuk tindak lanjut langkah politik tersebut dibentuk panitia untuk membuat UUDS yang berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950 yang menganut sistem parlementer, dan sejak pemberlakuannya itu mulailah era demokrasi liberal di Indonesia secara penuh. d. Penilaian atas pelaksanaan demokrasi liberal penilaian pelaksanaan demokrasi liberal didasarkan pada bekerjanya pilar-pilar demokrasi yaitu, partai dan dewan perwakilan rakyat, kebebasan pers, dan peranan pemerintah. 2) Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin Pelaksanaan demokrasi terpimpin diwarnai oleh tiga komponen, yaitu Soekarno sebagai presiden, Angkatan Darat, dan PKI. Ketiga kekuatan tersebut yang mempengaruhi pilar-pilar demokrasi, yaitu peranan partai dan badan perwakilan rakyat, kebebasan pers, dan peranan pemerintah. 2. Orde Baru Dengan gagalnya gerakan G 30S/PKI dan landasan hukum super semar (surat perintah 11 Maret), maka Tap MPR No.IX/MPRS/1966 menguatkan supersemar sebagai landasan berpijak bagi pemerintahan orde baru, dan sebagai sumber hukum dengan lahirnya pemerintahan orde baru di bawah pimpinan Soeharto. Dalam kehidupan kepartaian dan peranan dewan perwakilan, golakar sebagai partai dari kepala pemerintah presiden Soeharta mengusulkan pemilu dengan sistem distrik dan sistem pengangkatan keanggotaan DPR sehingga tidak semua kursi DPR didapat dari pemilu, semua ini karena lemahnya peran DPR dan konfigurasi politik DPR dan MPR dikuasai pemerintah. Pada masa orde baru kebebasan pers mulai terkekang setelah diberlakukannya UU transisi tentang ketentuan-ketentuan pokok pers, yaitu UU No.11 tahun 1966 adalah tata letak pada pertentangan pasal 4 (kebebasan pers) dan pasal 8 (tidak perlunya surat izin terbit) dengan pasal 20 (tentang peralihan bahwa ketentuan SIT sementara masih berlaku) dan pemerintah dapat melakukan pembreidelan pers (umum). Namun peranan pemerintah orde baru menekankan pembangunan ekonomi dan stabilitas dalam sistem politik (demokratisasi) yang menempatkan tiga masalah pokok yaitu konsolidasi ekonomi, pimpinan pemerintahan yang kuat, dan susunan yang stabil dengan hadirnya pemerintahan yang kuat untuk menjamin stabilitas nasional. 3. Era Reformasi Pelaksanaan demokrasi pada era reformasi disambut gembira oleh seluruh lapisan masyarakat, karena kebebasan telah kembali. Dengan pemerintahan trasnsisi, Habibie dan parlemen mengadakan percepatan pemilu, yaitu tahun 1999 dan mengundangkan paket UU politik, yaitu UU No.2/1999 tentang partai politik, UU No.3/1999 tentang pemilu, dan UU No.4/1999 tetang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Dari hasil pemilu multipartai tahun 1999, dari 48 partai politik hasil seleksi yang berhak ikut pemilu melalui pendaftaran di Kementerian Kehakiman kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya 21 partai mendapat kursi di DPR dan tidak ada yang mencapai mayoritas sehingga demokrasi parlemen berjalan dinamis. Terpilihnya presiden Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) memulai era reformasi di Indonesia. Era reformasi secara kepemimpinan nasional ditunjukan oleh regulasi dari presiden Gus Dur diganti oleh Megawati melalui siding istimewa. Kemudian dari Megawati berganti Susilo Bambang Yudhoyono melalui pemilu demokratis tahun 2004 sampai sekarang. Dalam kehidupan partai politik dalam era reformasi bersifat dinamis dengan adanya beberapa kebijakan politik beberapa diantaranya: • impeachment terhadap Presiden Gus Dur bulan Juli 2001 dalam siding istimewa MPR atas usul DPR; • Pengangkatan Presiden Megawati Soekarno Putri melalui Tap MPR No.III/2001 dan Wakil Presiden sekaligus melalui Tap MPR No.IV/2001; • Suksesnya pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara umum menunjukan demokrasi berjalan baik. Kebebasan pers era reformasi menemukan kebebasan ekspresinya dalam beropini, berpendapat maupun mengkritik kebijakan pemerintah yang ada, sehingga media masa menjadi media komunikasi yang efektif terhadap hubungan antarindividu maupun antarlembaga. Peranan pemerintah bersifat responsive terhadap tuntutan rakyat seperti pemberantasan KKN, pelaksanaan otonomi daerah, dan pengadilan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Berlangsungnya Pemilu 2004 secara demokratis, yaitu diikuti oleh 24 partai politik secara serempak dan berhasil mencapai kebijakan politik, yaitu penentuan perwakilan rakyat di dewan memberikan arti bahwa pemilu di Indonesia berhasil dan hal ini menunjukan pemerintahan berjalan responsive. (Sumarsono, 2007; hh: 40-41) Maka dalam Amandemen UUD 1945 ketiga, pasal 1 ayat 3 menyatakan, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Penegak Demokrasi Indonesia adalah bangsa Indonesia sendiri dengan cirri-ciri: a. Keimanan dan Ketakwaan b. Kesadaran akan pluralisme c. Menggunakan musyawarah untuk memutuskan dengan cara jujur dan sehat d. Kesejahteraan Rakyat e. Saling mempercayai f. Berpendidikan g. Taat hukum (Simangunsong, Bonar; Sinuraya, Daulat, 2004 hh; 149) BAB III PENUTUP KESIMPULAN Penerapan atau implementasi demokrasi di Indonesia dijalankan pada tiga masa/periode, yaitu masa pemerintahan Soekarno (Orde Lama), pemerintahan Soeharto (Orde Baru), dan Era Reformasi dengan diadakannya pemilihan langsung pada pemerintahan B.J Habibie. Pada orde lama pemerintahan menjalankan demokrasi secara liberal dan terpimpin atas kesatuan komando pada kepala pemerintahan, beralih ke orde baru pada pemerintahan Soeharto negara bergantung pada hutang di bank dunia yang menjadikan total hutang Indonesia lebih dari US$1000, pemerintahan Soeharto pun berjalan licik karena partai golkar yang dipimpin Soekarno menjadikan dominasi peranan militer, pengebirian peran dan fungsi partai politik, serta adanya ketidakbebasan pers dalam berekspresi (Pembredelan Pers), selanjutnya pada era reformasi dengan lengsernya Soeharto yang digantikan oleh wakil presidennya yaitu B.J. Habibie menjadikan demokrasi Indonesia lebih dinamis, hidup, berwarna, dan efektif. Rakyat dapat mengetahui segala sistem pemerintahan melalui pers yang pada masa ini pun kebebasan pers diberlakukan sebagai alat media sosial. Dengan begitu penegakan HAM pada era reformasi yang bersifat demokratis mampu melindungi hak-hak rakyat yang tertuang Dalam UU No.39 tahun 1999 tentang HAM. Demokrasi merupakan penjabaran dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Karena itu pemerintah harus mengedepankan aspirasi rakyat dan menghilangkan segala tindak KKN yang merajalela dalam pemerintahan yang katanya demokrasi! Perlu kita ketahui sebuah negara yang berlandaskan demokrasi belum tententu menerapkan asas-asas demokrasi dalam pemerintahannya, bisa jadi sistem pemerintahan yang sekalipun liberal ataupun komunis bisa saja mampu menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam sistem pemerintahannya. DAFTAR PUSTAKA Budiyanto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga. Listyarti, Retno. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA dan MAN Kelas X. Jakarta: Esis. Ubaedillah, A, dkk. 2011. Pendidikan Kewargaan. Jakarta: ICCE UIN Jakarta. Simangunsong, Bonar dan Daulat Sinuraya. 2004. Negara, Demokrasi, dan Berpolitik yang Profesiona. Jakarta: Kharisma Virgo Print Sumarsono. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMK Kelas XI. Bogor: Yudhistira.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar